Mahfud MD : Perda Untuk Hukum Perdata Hanya Buang-buang Waktu Saja

MAHFUD MD : PERDA UNTUK HUKUM PERDATA HANYA BUANG BUANG WAKTU SAJA

Pembicaraan peraturan daerah berbasis agama (Perda) dalam bentuk Perda Syariah baru-baru ini membuat putaran di ranah politik Indonesia setelah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie secara terbuka menentang peraturan tersebut karena takut menciptakan gangguan publik.

Karena pernyataannya, Bu Grace dilaporkan oleh Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) atas dugaan penodaan agama oleh pengacara kelompok Bapak Eggi Sudjana.

Namun, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Bapak Mahfud MD mengatakan bahwa Perda Syariah atau peraturan dalam koridor yang sama cenderung digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan diskriminasi. Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa itu terutama harus berhenti menjadi hukum perdata.

Membuat Perda untuk hukum perdata adalah buang-buang waktu, kata Pak Mahfud MD kepada pernyataan yang tertulis pada hari Sabtu, 17 November 2018.

Sekitar 12 tahun yang lalu, dua tokoh Islam yang dikenal di Indonesia telah menyuarakan keprihatinan mereka dan penolakan regulasi regional tersebut. Keduanya adalah almarhum Nahdatul Ulama Central Executive Board (PBNU) KH Hasyim Muzadi dan mantan Pimpinan PP Muhammadiyah Ahmad Syafi'I Ma'arif.

Kembali pada tahun 2006, KH Hasyim Muzadi secara terbuka menolak pembentukan Perda Syariah dan menyatakan bahwa Nahdalatul Ulama (NU) menerima Pancasila (lima ideologi Negara) sebagai satu-satunya prinsip. Sementara Syafii Ma'arif mengeluarkan pernyataan serupa pada yahun 2006 yang menggemakan pendapat Hasyim Muzadi.

Syafii Ma'arif berpendapat bahwa Perda Syariah tidak diperlukan karena Indonesia sudah memiliki KUHP (KUHP) yang memiliki prinsip yang sama. Kedua tokoh tersebut mempertanyakan mengapa ada rasa urgensi untuk menciptakan Perda Syariah dan menyuarakan keprihatinan mereka bahwa ini adalah upaya untuk memecah belah Indonesia.