KPU MEMPERTANYAKAN GUGATAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP KAMP PRABOWO

KPU MEMPERTANYAKAN GUGATAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP KAMP PRABOWO

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertanyakan satu aspek yang disebutkan dalam tim kampanye (BPN) perselisihan pemilu Prabowo Subianto ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang melihat tuntutan untuk KPU untuk menghapus 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) BPN dianggap tidak masuk akal.

Komisioner KPU Viryan Azis menjelaskan bahwa peningkatan jumlah pemilih adalah peningkatan yang wajar jika dibandingkan dengan tren pemilu sebelumnya. Pemilihan umum 2009 melihat jumlah DPT menjadi 176 juta pemilih dan melihat jumlah itu tumbuh menjadi 190 juta dalam pemilihan tahun 2014 sebelum KPU menyimpulkan bahwa ada 192 juta pemilih dalam DPT 2019.

Jika DPT 2019 dikurangi 17,5 juta maka jumlahnya akan lebih rendah dibandingkan DPT Pemilu yahun 2009. Apakah masuk akal bagi KPU untuk melakukan hal seperti itu? Itulah penjelasan sederhana kami setelah menanggapi gugatan itu, kata Viryan, pada hari Senin 27 Mei 2019.

Selain itu, KPU menegaskan kembali bahwa mereka pernah mengumumkan klarifikasi tentang 17,5 juta masalah DPT kepada tim kampanye Prabowo dan Jokowi (TKN).

Seperti kita ketahui, mulai bulan September, Oktober, November, dan Desember BPN dan TKN terus memberikan masukan kepada KPU, yang ditanggapi secara responsif berdasarkan masukan mereka. Kita bisa melihat bahwa faktanya proses formulasi DPT melewati tiga ketentuan, Viryan menegaskan.

Prabowo, Perkara Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK) berakar kuat dalam pelaksanaan teknis pemilihan umum di mana mereka menganggap 17,5 juta daftar pemilih tetap tidak sah. Gugatan tersebut juga menyebutkan formulir C7 yang diklaim BPN yang hilang dan sistem informasi penghitungan suara (Situng).